Bauksit 629.000 Ton Di Kepri Bukan Sitaan, Tapi Sisa Produksi Sah Perusahaan

Jumat, 19 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Samuel Irvanda
Kementerian ESDM klarifikasi stockpile berasal dari kegiatan usaha legal perusahaan pemegang izin, yang kewenangannya kembali ke negara setelah izin usaha berakhir. (CNBC Indonesia/Muhammad Choirul Anwar)

Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan penjelasan tegas mengenai status hukum stockpile bauksit sebanyak 629.000 ton yang saat ini sedang dilelang di Kepulauan Riau. Pemerintah menegaskan bahwa material tersebut bukan merupakan barang bukti hasil sitaan tindak pidana ataupun berasal dari penambangan ilegal. Stockpile bauksit ini secara hukum merupakan sisa hasil produksi yang sah dari perusahaan-perusahaan pemegang izin usaha pertambangan, di mana izin usaha mereka saat ini telah berakhir.

Kejelasan status ini sangat krusial untuk memberikan kepastian hukum dan kepercayaan bagi calon peserta lelang. Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian ESDM, Rilke Jeffri Huwae, menjelaskan bahwa stockpile tersebut merupakan sisa produksi dari kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan sebelumnya oleh perusahaan-perusahaan pemegang izin. Perusahaan-perusahaan ini tidak sempat melakukan penjualan terhadap sisa produksi tersebut sebelum izin usahanya berakhir.

Sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku, ketika sebuah izin usaha pertambangan berakhir, maka kewenangan pengelolaan atas wilayah tambang beserta segala hasil tambang yang masih tersisa di dalamnya otomatis kembali ke pemerintah. Berdasarkan prinsip hukum inilah, Kementerian ESDM kemudian menetapkan tumpukan bauksit yang tersebar di Kepulauan Riau tersebut secara resmi sebagai barang yang dikuasai oleh negara.

Baca Juga: Denda Administratif Tambang, Apa Bedanya Dengan Sanksi Pidana Dan Perdata?

Penetapan sebagai barang yang dikuasai negara ini adalah langkah administratif formal yang memisahkan stockpile tersebut dari ranah pidana. Huwae menegaskan bahwa keberadaan stockpile dimaksud tidak terkait dengan penanganan kasus pidana apapun. Status yang jelas ini juga memfasilitasi proses lelang yang lancar, karena calon pembeli tidak perlu khawatir terlibat dalam sengketa hukum di kemudian hari.

Dengan status hukum yang telah diklarifikasi, pemerintah kini dapat melanjutkan proses lelang dengan legitimasi penuh. Lelang dilakukan secara daring melalui aplikasi lelang pemerintah, dengan periode penawaran dari 16 hingga 22 Desember 2025. Proses yang transparan ini diharapkan dapat memaksimalkan nilai lelang, yang diproyeksikan mampu menyumbang lebih dari Rp 200 miliar bagi penerimaan negara.

Lelang ini juga merupakan implementasi dari Pasal 199J Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2025, yang mengatur tentang pengelolaan barang yang dikuasai negara, termasuk sisa produksi tambang. Kebijakan ini menciptakan preseden berharga untuk penanganan kasus serupa di masa depan, di mana stockpile mineral dari aktivitas legal dapat dikelola negara untuk kepentingan publik.

Pemerintah berkomitmen untuk menerapkan mekanisme serupa jika ditemukan stockpile komoditas lain seperti batubara atau nikel dengan status hukum yang sama. Pendekatan sistematis ini tidak hanya akan mengoptimalkan penerimaan negara, tetapi juga membersihkan sektor pertambangan dari ambiguitas pengelolaan aset sisa.

Dengan demikian, lelang bauksit Kepulauan Riau bukan sekadar aktivitas ekonomi, tetapi juga pelajaran penting dalam penegakan hukum administrasi pertambangan. Keberhasilan proses ini akan menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya alam dapat dilakukan secara tertib, berorientasi hukum, dan mengutamakan kepentingan negara serta kepastian bagi dunia usaha


(Samuel Irvanda)

    Bagikan:
komentar