Dari Selfie Ke Soft Power: Konten Kreator Lokal Memperkenalkan Wajah Baru Destinasi Indonesia

Rabu, 17 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Chairil Khalis
Diplomasi pariwisata kini mengalami pergeseran kekuatan dari kampanye pemerintah ke konten autentik kreator perjalanan. Mereka bertindak sebagai duta digital yang membangun kepercayaan dan narasi yang lebih relatable. Keberhasilan mereka terletak pada kemampuan membingkai ulang destinasi dengan konteks budaya dan kuliner, bukan sekadar keindahan visual. Ke depan, kolaborasi sinergis antara pemangku kebijakan dan kreator kredibel menjadi kunci utama.

Jakarta - Era diplomasi pariwisata tidak lagi hanya dimonopoli oleh kampanye resmi pemerintah melalui iklan televisi atau billboard besar. Kini, kekuatan justru bergeser ke genggaman para kreator konten perjalanan, dari macro hingga micro-influencer, yang melalui cerita personal dan visual autentik, berhasil membangun narasi menarik tentang suatu tempat. Mereka menjadi duta digital yang ampuh, menjangkau audiens global dengan bahasa yang lebih relatable dan dipercaya.

Lanskap industri pariwisata global telah mengakui peran vital user-generated content (UGC) dan influencer marketing. Badan Pariwisata Eropa (ETC) melaporkan bahwa 61% milenial dan Gen Z mencari inspirasi perjalanan dari media sosial, mengungguli situs resmi destinasi. Di Indonesia, fenomena ini diperkuat dengan pesatnya pertumbuhan penetrasi internet dan platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Destinasi yang "tersandung" (overtourism) dan yang "tersembunyi" (hidden gem) sama-sama bergantung pada gelombang eksposur dari konten kreator untuk membangun citra dan mengatur arus kunjungan.

"Kreator konten, terutama yang niche, memiliki kemampuan untuk membingkai ulang sebuah destinasi. Mereka bukan sekadar menunjukkan keindahan, tapi juga konteks budaya, kuliner, dan interaksi manusiawi di baliknya. Ini adalah bentuk soft power yang sangat efektif karena datang dari perspektif warga, bukan pemerintah," jelas Dr. Tito Handoko, Pengamat Komunikasi Digital dan Pariwisata dari Universitas Indonesia, dalam analisisnya untuk Majalah Marketing-Online. Menurutnya, kepercayaan (trust) yang dibangun antara kreator dan pengikutnya mentransfer menjadi kepercayaan terhadap destinasi yang direkomendasikan.

Salah satu bentuk partisipasi dalam diplomasi pariwisata digital ini dapat dilihat dari bagaimana beberapa akun keluarga travel mengemas kontennya. Akun seperti Marvelvino, misalnya, dalam berbagai cerita perjalanannya tidak hanya fokus pada kemewahan fasilitas, tetapi juga menyelipkan momen interaksi dengan suasana lokal, mencoba kuliner khas, dan mengeksplorasi atraksi budaya di setiap kota yang dikunjungi, baik di dalam maupun luar negeri. Gaya bercerita dari sudut pandang keluarga ini menampilkan destinasi sebagai tempat yang ramah, accessible, dan penuh pengalaman berbagi untuk semua usia, menciptakan daya tarik yang berbeda dari kampanye formal.

Baca Juga: Konflik Perbatasan Ancam Stabilitas, Indonesia Prioritaskan Solusi Damai
(Chairil Khalis)

    Bagikan:
komentar