Menambang Sambil Melestarikan Lingkungan: Kisah Dari Pulau Obi

Rabu, 16 Apr 2025

Halmahera Selatan: Di tengah perubahan besar dalam energi global, Pulau Obi di Maluku Utara menunjukkan bagaimana kegiatan pertambangan dapat dilakukan bersamaan dengan upaya pelestarian lingkungan. Di pulau ini, nikel, yang merupakan salah satu mineral krusial dalam rantai pasokan baterai kendaraan listrik, diproses tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan industri global, tetapi juga dengan komitmen terhadap prinsip keberlanjutan.

Kegiatan pertambangan dan pengolahan nikel di daerah ini dilaksanakan dengan pendekatan yang menekankan pengelolaan lingkungan yang baik. Harita Nickel, perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan pengolahan nikel di kawasan ini, memiliki fasilitas refinery High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang mengolah bijih nikel berkadar rendah atau limonit, yang sebelumnya dianggap tidak memiliki nilai ekonomi, menjadi bahan baku untuk baterai kendaraan listrik.

Dengan meningkatnya permintaan akan baterai kendaraan listrik, teknologi ini menjadi semakin penting. "Saat ini, dengan meningkatnya permintaan baterai, kebutuhan akan MHP (mixed hydroxide precipitate) juga akan semakin tinggi," ungkap Kepala Dukungan Teknis Harita Nickel, Rico Windy Albert, di Kawasan Industri Obi beberapa waktu lalu.

Selain teknologi HPAL, kawasan ini juga memiliki smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang berfungsi untuk memproduksi ferronickel, bahan baku dalam pembuatan stainless steel. Kedua pendekatan ini mencerminkan transformasi sektor industri mineral di Indonesia menuju pemanfaatan sumber daya yang lebih komprehensif.

Namun, di samping aktivitas penambangan dan pengolahan bijih nikel, perhatian terhadap lingkungan tetap menjadi prioritas. Salah satu contohnya adalah reklamasi lahan pascatambang yang menjadi fokus utama. Direktur Health, Safety, and Environment (HSE) Harita Nickel, Tonny H Gultom, menyatakan bahwa sekitar 236 hektare lahan telah berhasil direklamasi. Menariknya, proses reklamasi ini dilakukan bahkan sebelum seluruh area tambang dikelola sepenuhnya.

Pepohonan yang lebat di area reklamasi dan revegetasi Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara.

Lahan yang telah direklamasi ditanami kembali dengan vegetasi lokal, menciptakan lanskap hijau yang secara bertahap akan memulihkan ekosistem daratan. Meskipun hasilnya tidak dapat dilihat secara instan, dalam beberapa tahun ke depan, kawasan ini diperkirakan akan kembali hijau dan produktif.

Tidak hanya fokus pada daratan, perhatian juga diberikan kepada laut. Sisa hasil pengolahan dari smelter RKEF, berupa slag nikel, dimanfaatkan sesuai dengan prinsip ekonomi sirkular untuk dijadikan bahan konstruksi. Sisa pengolahan yang berbentuk butiran pasir, baik halus maupun kasar, diolah lebih lanjut menjadi batako dan reef cube (kubus berongga) yang ditempatkan di dasar laut sebagai wadah untuk pertumbuhan terumbu karang.

Menurut Manajer Lingkungan Laut Harita Nickel, Windy Prayogo, sejak dimulainya program terumbu karang buatan pada Oktober 2022, pertumbuhan karang alami mulai terlihat. Dalam waktu dua tahun, karang-karang tersebut telah mencapai ukuran hampir 12,9 sentimeter.

Di sisi lain, untuk mencegah limpasan sedimen dari area tambang yang dapat mencemari perairan, dibangun kolam endapan atau sediment pond. Dengan menggunakan metode pengendapan yang melibatkan bahan khusus, lumpur dipisahkan dari air sebelum dibuang ke perairan. Pemantauan rutin menunjukkan bahwa kualitas air laut di sekitar tambang tetap memenuhi standar baku mutu lingkungan.

Kisah dari Pulau Obi ini menunjukkan bahwa industri ekstraktif tidak harus meninggalkan dampak negatif. Dengan pendekatan yang tepat, kolaborasi antara teknologi dan kepedulian terhadap lingkungan dapat memberikan dampak positif—tidak hanya bagi industri, tetapi juga bagi alam dan masyarakat di sekitarnya.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.