Indonesia adalah negara dengan produksi nikel terbesar di dunia. Pada tahun 2024, Indonesia akan semakin memperkuat posisinya sebagai produsen utama dengan estimasi produksi mencapai 2,2 juta metrik ton, yang menunjukkan peningkatan sekitar 8% dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 2,03 juta metrik ton. Selain itu, Indonesia juga memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, dengan estimasi mencapai 55 juta metrik ton. Dominasi ini menegaskan peran krusial Indonesia dalam industri nikel global dan membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun, potensi besar nikel ini tidak akan memberikan kontribusi yang berarti bagi pendapatan negara jika ekspor sumber daya hanya terbatas pada komoditas mentah. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan hilirisasi melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 mengenai Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong produksi baterai kendaraan listrik serta perakitan unit kendaraan berbasis baterai listrik (KBL) di dalam negeri. Hilirisasi nikel memberikan dampak yang signifikan terhadap pendapatan negara, dengan nilai ekspor produk olahan nikel yang meningkat secara drastis dalam beberapa tahun terakhir.
• 2020: USD 5,68 miliar
• 2021: USD 8,44 miliar
• 2022: USD 19,62 miliar
• 2023: USD 22,37 miliar
Peningkatan nilai ekspor ini mencerminkan efek positif dari kebijakan hilirisasi terhadap perekonomian. Selain itu, hilirisasi juga berperan dalam menciptakan lapangan kerja baru, menarik investasi asing, serta memperkuat sektor industri manufaktur dalam negeri. Pemerintah telah menetapkan hilirisasi sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 8%, sebagaimana disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Energi DPR, Eddy Soeparno, pada hari Senin (30/8/2024).
Hilirisasi nikel, meskipun memiliki berbagai manfaat, juga menghadirkan sejumlah tantangan yang signifikan, terutama dalam hal dampak lingkungan dan sosial:
1. Kerusakan Lingkungan: Proses ekstraksi dan produksi nikel sering kali mengakibatkan deforestasi yang luas, yang berdampak pada erosi tanah, hilangnya habitat bagi satwa liar, serta penurunan kualitas udara.
2. Pencemaran Sumber Air: Limbah yang dihasilkan dari pengolahan nikel dapat mencemari sungai dan laut, yang merupakan sumber penghidupan utama bagi masyarakat setempat, serta mengganggu keseimbangan ekosistem perairan.
3. Kesejahteraan Komunitas Lokal: Penting untuk memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan pekerja terkait sumber daya alam, termasuk hak atas kompensasi yang adil dan perlindungan dari penggusuran yang tidak sah.
4. Pengelolaan Limbah Berbahaya: Pembuangan limbah yang tidak sesuai dapat mencemari sumber air bersih dan lahan pertanian, yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia serta keberlanjutan pertanian di daerah tersebut.
Untuk memastikan bahwa hilirisasi nikel memberikan keuntungan jangka panjang tanpa merugikan lingkungan dan masyarakat, diperlukan langkah-langkah strategis sebagai berikut:
• Kebijakan Lingkungan yang Ketat: Pemerintah perlu menerapkan standar keberlanjutan yang tinggi dalam industri nikel, termasuk kebijakan reklamasi lahan pasca-tambang dan pengelolaan limbah yang ramah lingkungan.
• Pengawasan dan Penegakan Regulasi: Meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan pengolahan nikel untuk memastikan kepatuhan terhadap standar lingkungan dan sosial.
• Partisipasi Masyarakat: Melibatkan masyarakat lokal dan adat dalam proses pengambilan keputusan serta memberikan kompensasi yang adil kepada mereka yang terdampak.
• Investasi dalam Teknologi Ramah Lingkungan: Mendorong penggunaan teknologi bersih dalam pengolahan nikel untuk mengurangi emisi karbon dan pencemaran lingkungan.
Dengan langkah-langkah strategis ini, diharapkan hilirisasi nikel dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi ekonomi, lingkungan, dan kesejahteraan sosial.
Berita Terkait
404
Vale Indonesia (INCO) Menunda RUPSLB Untuk Pergantian CEO
Tambang Nikel Raja Ampat Mengancam Ekosistem Laut
404
Vale Indonesia (INCO) Menunda RUPSLB Untuk Pergantian CEO
Tambang Nikel Raja Ampat Mengancam Ekosistem Laut