Rencana pemerintah Indonesia untuk mempercepat pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai sumber energi alternatif semakin jelas. Hal ini disebabkan oleh ketidakcukupan pasokan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menyatakan bahwa sumber energi terbarukan di Pulau Jawa diperkirakan akan habis pada tahun 2038. Oleh karena itu, energi nuklir diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan energi domestik. "Perlu diingat bahwa pada tahun 2038, sumber-sumber energi terbarukan di Jawa diperkirakan akan habis. Oleh karena itu, diperlukan energi nuklir, termasuk pengembangan penyimpanan baterai secara nasional," ujar Eddy saat ditemui di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, pada Rabu (23/4/2025). Eddy juga mengakui bahwa pembangunan PLTN memerlukan waktu yang cukup lama, bahkan bisa mencapai 10 tahun. Oleh karena itu, persiapan harus dilakukan mulai sekarang. "Jika kita melihat situasi saat ini, pada tahun 2038 diprediksi sumber energi terbarukan akan habis di Jawa, dan untuk membangun kapasitas nuklir dibutuhkan waktu 10 tahun. Jadi, kita harus mundur, 2038 dikurangi 10 tahun, menjadi 2028. Artinya, kita harus mulai mempersiapkan dari sekarang," tambahnya. Sebelumnya, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Agus Puji Prasetyono, menilai bahwa PLTN memiliki peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia, terutama dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan kapasitas energi terbarukan yang ada saat ini. Menurutnya, meskipun pemanfaatan energi terbarukan akan dimaksimalkan, jumlahnya tetap tidak akan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan listrik di masa depan. "Sebagai contoh, pada tahun 2045, kita sebenarnya hanya memiliki energi terbarukan yang sangat terbatas," ungkap Agus dalam acara Anugerah DEN 2024, Selasa (10/12/2024). Agus menjelaskan bahwa jika Indonesia hanya mengandalkan sumber listrik dari energi terbarukan, maka hanya akan menghasilkan sekitar 890 TWh. Selanjutnya, jika ditambahkan dengan pembangkit berbasis batu bara ultra-supercritical dan gas combine cycle, totalnya hanya mencapai sekitar 300 TWh. Bahkan dengan penambahan teknologi penyimpanan energi baterai dan energi angin, totalnya hanya akan mencapai 1.548 TWh. "Sementara itu, pada tahun 2045, kita memerlukan sekitar 1.700 TWh, sesuai dengan proyeksi pertumbuhan populasi dan ekonomi, serta untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah. Kita memerlukan 1.700 TWh, tetapi pada tahun 2045, kita hanya akan memiliki 1.548 TWh. Ini kurang, dan tanpa nuklir, kita tidak akan dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang diperlukan," ujarnya. Oleh karena itu, keberadaan sumber energi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sangat penting. Terlebih lagi, pada tahun 2045, kapasitas listrik dari pembangkit ini diperkirakan dapat mencapai 18 Giga Watt (GW). "Jika pada tahun 2045 kita memiliki 18 Giga Watt, maka kita dapat mengumpulkan 158 TWh, yang cukup untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kita. Itulah sebabnya nuklir harus menjadi bagian dari bauran energi kita, bukan karena kita fanatik terhadap nuklir," tambahnya.